
Bosku saat ini sedang ingin mencoba membuka bisnis baru, yaitu bisnis
batik pekalongan. Konon katanya batik Pekalongan kualitasnya bagus dan
harganya terjangkau. Makanya dia bela-belain tinggal di sana beberapa
hari sambil mencari produsen batik yang bisa diajak kerja sama. Tadinya
tugasku adalah mengawal kemanapun ia pergi. Namun karena dia memiliki
saudara di sana, akhirnya aku disuruh pulang ke Jakarta. Aku melirik jam, hmmmm masih jam 9 malam dan aku baru sampai
Indramayu. Wah, sampai Jakarta jam berapa nih, pikirku. Mataku pun sudah
tidak bersahabat, seperti dikasih lem. Dengan kondisi seperti ini
kupikir tidak akan mungkin melanjutkan perjalanan sampai Jakarta, karena
malah akan berbahaya. Kuputuskan harus mencari tempat istirahat. Lalu
laju mobil pun mulai kupelankan, dan mataku mulai menyapu ke tepian
jalan barangkali ada tempat istirahat atau rumah makan yang nyaman.
Kemudian mataku tertuju pada sebuah rumah (kupikir itu rumah makan)
berdinding warna hijau toska dengan halaman yang agak luas dan ditutupi
oleh rumput Jepang. Hmm, sepertinya tempatnya enak, ada tempat parkir mobilnya lagi. Aku pun
segera membelokkan mobil dan kuparkir tepat di depan rumah itu.
Di terasnya kulihat sedang duduk 4 orang wanita dengan pakaian yang
cukup sexy. Aku masih belum berpikir yang aneh-aneh waktu itu. Yang
terpenting bagiku saat ini adalah beristirahat dan melepas lelah setelah
menempuh perjalanan yang cukup jauh.
Saat aku berjalan ke arah teras, salah seorang dari mereka menghampiriku dengan gaya yang centil dan manja,
“Cari apa, A’?”
Mataku yang sedari tadi sudah cukup mengantuk sontak saja langsung
melebar lagi. Perempuan itu kira-kira berusia 35 tahunan mengenakan kaus
ketat berbelahan dada rendah warna merah yang sepertinya sengaja untuk
menonjolkan aset miliknya itu, dipadu dengan bawahan rok jeans pendek.
Sekilas kulihat 2 tonjolan di sana seperti terjepit ingin meronta
keluar, dengan belahan yang masih indah di tengahnya. Kulitnya kuning
langsat meskipun otot di bagian lengan sudah mulai sedikit mengendur.
Mandapati pemandangan seperti itu, aku menjadi tergagap-gagap,
“Emm.. anu… mmmm, mau cari makan. Laper nih dari tadi siang belom
makan. Sama mau istirahat dulu, pegel dari tadi nyetir melulu.”
“Ayuk atuh, A’. Masuk dulu, di dalem masih ada makanan kok. Santai dulu
aja A’. Kalo pegel-pegel, kita juga bisa mijitin kok.” tangannya
langsung menggandengku dan menempelkan payudaranya ke lenganku sembari
tersenyum nakal.
Ah, kurasakan sesuatu yang kenyal menjepit lenganku. Aku jadi
menebak-nebak berapa ukuran bra nya. Bah, konyol sekali ngapain juga
nebak-nebak, pikirku. Nikmati saja keadaan ini.
Bagai kerbau dicucuk hidungnya aku menurut. Saat berjalan ke dalam,
mataku masih sempat melirik 3 orang lagi yang sedang duduk di teras.
Gadis pertama berkulit sawo matang, tubuhnya langsing berumur sekitar
20 an tahun, memakai kaus you can see berwarna putih dan di luarnya
memakai kemeja bermotif kotak-kotak dengan kancing bagian atas dibiarkan
terbuka. Dia memakai celana jeans pendek yang sudah belel, alias banyak
lubangnya. Wajahnya sih biasa-biasa saja, tapi kupikir senyumnya manis
juga.
Gadis yang kedua bertubuh agak chubby, rambutnya dia gelung ke atas
menonjolkan nuansa tengkuknya yang putih itu. Memakai baju terusan
bermotif batik dengan model babby doll. Sepertinya umurnya sekitar 28-30
tahun. Dia pun melemparkan senyuman kepadaku.
Gadis yang ketiga, tubuhnya tidak terlalu gemuk namun padat berisi,
memakai kaus tank top warna pink dan rok pendek bermotif bunga.
Rambutnya sepunggung model shaggy dibiarkannya tergerai. Sempat kulirik,
ada tonjolan kecil di dadanya, wah sepertinya dia tidak memakai BH.
Tubuhnya putih mulus tanpa cela, dengan tonjolan yang nyaris sempurna,
proporsional dengan tubuhnya yang sintal itu. Wajahnya manis tipikal
orang Sunda. Bibirnya yang tipis pun mengumbar senyuman kepadaku.
Sampai di dalam aku pun memilih menu ayam goreng dengan sambal dan
lalapan. Aku makan dengan lahapnya, karena perutku memang sudah
kelaparan sejak tadi siang. Selesai makan aku pun minum segelas teh
hangat yang sudah kupesan sebelumnya.
Akhirnya bisa terbayar juga rasa lapar yang sudah melilitku sejak
tadi siang. Ketika aku sedang menikmati aktivitas santaiku, si tante
menawariku sesuatu, “Si Aa’ capek? Kita juga sedia jasa pijit loh.
Tinggal pilih saja sama siapa. Tuh, teteh punya 3 anak buah yg siap
melayani. Aa’ tinggal pilih aja.” katanya dengan nada manja.
What? Seumur-umur aku belum pernah dipijit terutama oleh wanita yang
belum aku kenal. Tapi baiklah, apa salahnya mencoba, begitu pikirku.
“Mmmm emang berapa tarifnya? Mahal ga?”
“Ah, si Aa’ bisaan. Tenang aja A’, yang penting mah Aa’ puas. Ini juga mumpung lagi promo.” jawab si teteh genit.
“Promo? Kaya swalayan aja, pake promo segala. Ya udah, aku pilih satu ya. Bebas nih milihnya?”
“Iya pilih aja tuh yang diluar. Kalo yang kurus namanya Hana, kalo yang
agak gemuk namanya Rosma, nah kalo yang satunya lagi namanya Santi, tapi
dia masih baru dan belum begitu pengalaman.” katanya sambil
senyum-senyum nakal.
Hmm, dari awal aku sudah begitu tertarik dengan gadis yang bernama
Santi ini, dia memiliki proporsi tubuh yang pas, serta payudara yang
aduhai. Usianya yang masih belia semakin mambuat penasaran orang yang
melihatnya. Aku sudah tidak sabar untuk merasakan pijitannya, ah pasti
nyaman sekali ketika tangan mungil nan halus itu memijit tubuhku.
“Kalo gitu aku pilih si Santi, Teh.” jawabku mantab.
Si teteh pun segera memberi kode kepada Santi. Dan tanpa harus
menunggu lama Santi telah menggamit lenganku dan mengajakku ke dalam
salah satu kamar yang tersedia.
Kamar itu tidak terlalu besar dengan penerangan sebuah lampu kecil
yang memberikan sensasi remang-remang. Di tengahnya terdapai dipan yang
tertutup oleh kasur dan dilapisi seprai. Disudut ruangan ada meja dan
bangku kecil yang didepannya tergantung sebuah kaca. Menurutku kamar ini
cukup bersih dan nyaman. Ketika masuk ke dalamnya aku disambut oleh
wangi aroma yang aku juga tidak tahu pasti apa itu. Tapi aroma itu telah
membuatku rileks dan nyaman.
Ketika aku masih termangu melihat keadaan sekeliling, suara Santi yang lembut mengejutkanku.
“Ayo atuh A’, jadi pijit ga? Kok malah bengong di pintu aja?”
“Eh, iya ya… Oke… Oke…” aku pun segera mengambil posisi di tempat tidur.
“Bajunya dibuka dulu atuh A’. Masa pijit masih pake baju begitu.” kata Santi dengan manja.
Ya, tentu saja. Betapa bodohnya aku, apa yang akan dipijit jika aku
masih mengenakan bajuku? Segera saja kulepas kemeja dan kaos dalamku,
kemudian dengan telaten tanpa perlu disuruh Santi mengambil lalu
menggantungkannya di balik pintu yang telah ia tutup sebelumnya.
“Punten A’, celana panjangnya dilepas juga atuh. Nanti Santi susah mijitnya kalo masih pake celana begitu.”
Wow, aku kaget. Masalahnya aku hanya menggunakan boxer di balik
celana panjangku. Masih ada sedikit rasa risih untuk hanya mengenakan
boxer di depan gadis manis yang belum aku kenal ini. Namun saat aku
menatap wajah manis nan sensual serta melirik sedikit ke bawah lehernya
di mana tergantung dua buah gundukan padat serta berisi itu, akal
sehatku terkalahkan. Akhirnya kulepas juga celana panjangku dengan
dibantu olehnya.
Dia pun mulai memijit ringan dari mulai bawah kakiku. Dia
mengendurkan otot-otot kakiku yag sudah pegal karena menginjak pedal
seharian. Dari kaki, dia beralih ke leher kemudian turun menuju
punggung. Tanganku pun tak lupa ia relaksasi.
“Wah, si Aa’ ototnya pada kaku semua ya? Pasti pegel-pegel semua ya A’?” tanyanya lembut.
“Iya nih, habis nyetir seharian. Jadinya pada kaku semua.”
“Tenang aja A’, serahkan sama Santi pasti semuanya akan beres.” jawabnya menggoda.
Dia lalu menuangkan sedikit lotion di tangannya lalu dia balurkan ke
punggung dan mulai mengurutnya. Ah, nyaman sekali rasanya ketika tangan
mungil nan halus itu mulai menyapu punggungku dari atas sampai hampir
pada bokongku. Penat yang dari tadi pagi kurasakan seolah perlahan-lahan
mulai sirna.
Selesai dengan punggung, dia lanjutkan dengan kakiku. Dia mulai
mengurut otot kaki bagian bawah. Dari telapak kaki dia mulai bergerak ke
atas menuju paha. Ketika mengurut pada pangkal pahaku, entah sengaja
atau tidak sesekali dia menyentuh kedua bolaku. Aku pun sedikit
terkejut, namun sepertinya dia menanggapinya dengan biasa.
“A’, ayo coba balik badan, saya mau mengurut leher dan bagian depan Aa’.” dia memintaku penuh kelembutan.
Aku pun segera menurutinya, kubalik badanku sehingga sekarang dalam
posisi berbaring. Dia mulai mengusapi badanku dengan lotion. Saat itu
baru kusadari bahwa dia sangat manis, dengan payudara yang
bergoyang-goyang saat dia mengusap badanku dengan lotion.
Tiba-tiba tanpa diduga dia duduk diatas perutku, dan mulai mengurut
leherku. Bagiku berat tubuhnya bukan masalah, namun sensasi yang
kurasakan itu lumayan meresahkanku, mengingat aku belum pernah melakukan
hal ini dengan wanita lain. Tapi aku hanya diam saja dan menikmati
keadaaan ini. Mataku tak lepas dari dua buah bukit kembar yang sedari
tadi bergoyang-goyang menantang, dan tampaknya dia mulai menyadari kalau
aku memperhatikannya.
Bukannya risih namun dia malah mengambil tanganku, mengurutnya,
sambil menempelkan punggung tanganku ke dadanya. Wow, kurasakan sesuatu
yang masih kenyal dan kencang di sana, dan hal itu memicu hormon
testosteronku meroket. Kemaluanku yang dari tadi sudah setengah menegang
menjadi full erection. Selesai mengurut tangan kananku, dia pun
melanjutkan dengan tangan kiriku dan masih dengan cara yang sama.
Tanpa sadar tangan kananku mulai memegang-megang sambil sedikit meremas payudara yang masih padat itu.
“Ih, Aa’ nakal deh. Kenapa atuh A’? Suka ya?” jawabnya nakal.
“Aku gemes banget ngeliatnya. Masih bagus banget ya? Boleh lihat ga? Aku
penasaran nih.” entah setan mana yang merasukiku hingga aku berani
berkata demikian.
Sepertinya urat maluku sudah putus. Tanpa kuduga, dia pun segera
melepas tank top-nya, sehingga kali ini kulihat dengan jelas dua bukit
kembar itu bergantung dekat sekali dengan wajahku. Tanganku pun segera
menangkapnya, bermain-main, serta memilin-milin lembut puting yang masih
terbilang kecil itu. Perlahan namun pasti puting kecil yang berwarna
coklat kehitaman itu pun mengeras, dan payudara yang masih ranum itu
mulai mengencang.
Santi mulai gelisah, wajahnya mulai memerah. Tanpa dia sadari, dia
semakin bergeser ke arah bawah dari tubuhku. Dia terkejut ketika
pantatnya menyenggol sesuatu yang sudah mengeras dari tadi. Lalu
kurengkuh dia ke dalam pelukanku, kudaratkan ciuman di bibirnya yang
lembut itu. Lidahku mulai menyapu bibirnya dan memaksa masuk ke dalam
mulutnya. Di dalam mulutnya sudah menunggu lidahnya yang rupanya sudah
siap bertarung dengan lidahku. Kami pun saling memagut satu sama lain.
Tanganku terus bergerilya dan mulai menurunkan rok pendeknya hingga kini
dia hanya mengenakan celana dalam saja.
Dari mulut aku bergerak menuju lehernya yang jenjang, lidahku
bergerak dengan liarnya menelusuri kulitnya yang putih itu. Sampai di
kedua payudaranya, aku tambah gemas dibuatnya, kuciumi mereka bergantian
satu sama lain. Lalu puting kecil yang sudah mengeras itu pun tenggelam
di dalam mulutku. Lidahku tak henti-hentinya mempermainkan mereka.
Kulihat Santi mulai tidak bisa mengendalikan dirinya, dia menengadah
sambil memejamkan matanya, sementara pinggulnya bergerak-gerak menggesek
kemaluanku.
Kami pun segera bertukar posisi, dia kubaringkan di kasur dan segera
saja kulepas celana dalamnya yang sudah mulai basah itu. Hmm, ada aroma
khas yang belum pernah kucium selama ini. Santi pun membuka kedua
pahanya, dan tampaklah sebuah belahan merah dengan bibir yang masih
cukup rapat berkilauan karena dihiasi oleh cairan pelumas. Rambut
kemaluannya yang baru mulai tumbuh setelah dicukur itu semakin membuat
gairahku bergelora.
Perlahan kujilati dari luar ke dalam, sambil sesekali memberikan
gigitan kecil di luarnya. Akibat ulahku itu terkadang dia sedikit
mengerang namun tertahan. Kusibakkan bibir itu dengan lidahku dan
kurasakan ada tonjolan kecil di atasnya. Kuhisap dalam-dalam dan
kumainkan dengan lidahku, sementara jariku mulai menyelinap ke dalam
celah yang sudah basah dan hangat. Jariku mulai leluasa bergerak keluar
masuk karena liang itu sudah licin oleh cairan pelumas. Ketika jariku
semakin cepat dan lidahku semakin liar, Santi pun mulai menegang dan
gelisah. Sampai akhirnya dia menjerit dengan sedikit tertahan,
“Akhhhhhh… A’… Ayuk terus… Santi sebentar lagi sampai… Ahhhh…”
Mendengar permintaannya, aku pun semakin menggila, dan kemudian dia
menggelinjang. Tangannya menarik rambutku, sementara pahanya menjepit
kepalaku, dan kurasakan denyut-denyut di jariku yang ada di dalam sana.
Kali ini teriakannya tidak tertahan,
”Aaaakkkhhhh…. Ouuuuch….. Hufffhh… Aa’nakal……”
Kurasakan semacam cairan bening dan hangat mengalir ditanganku yang
berasal dari jariku yang ada di dalam sana. Tubuh Santi mulai melemas
dengan nafas yang terengah-engah. Kusodorkan jari-jemariku yang masih
basah ke mulutnya. Dengan serta merta dia pun menjilati jariku. Hal ini
membuat kemaluanku semakin keras saja. Aku pun segera melepas celana
boxerku, dan menyodorkan batangku yang sudah demikian keras ke mulutnya.
Santi pun tanggap dan segera mengulum kemaluanku. Mulutnya yang
mungil itu terlihat penuh oleh batangku yang memang terbilang di atas
rata-rata. Mulanya aku kasihan melihatnya, namun sepertinya dia malah
menikmatinya dan hal itu mulai membangkitkan kembali hasrat birahinya.
Secara otomatis aku pun menggoyangkan pinggulku menyesuaikan dengan
irama yang dia buat. Benar-benar luar biasa sensasi yang kurasakan,
membuatku seperti melayang. Kata si Teteh dia belum berpengalaman, tapi
sudah seperti ini aksinya.
“A’, ayo buruan masukin, Santi udah ga tahan lagi nih.” katanya memelas.
Lalu kucabut penisku dari mulutnya dan perlahan kugesekkan ke
permukaan bibirnya yang memang sudah basah dari tadi. Dia sedikit
mengejang ketika permukaan bibir licin nan sensitif itu bertemu dengan
kepala penisku. Akhirnya setelah kurasa cukup licin, kumasukkan
kemaluanku ke dalam liangnya secara perlahan. Awalnya dia melenguh,
namun setelah beberapa kali kugerakkan tampaknya dia sudah mulai bisa
menyesuaikan. Rasanya luar biasa ketika penisku berada di dalam dirinya,
masih begitu ketat dan menggigit. Denyut-denyut di dinding vaginanya
sangat bisa kurasakan.
Gerakanku semakin lama semakin cepat, dan Santi pun semakin gelisah
kembali. Dia mulai meremas pinggulku dan menarik-narik rambutku.
Tubuhnya menegang dan menggelinjang sekali lagi. Denyut-denyut di dalam
sana semakin kuat terasa dan tiba-tiba gerakanku terasa sangat licin.
Kulihat banyak sekali cairan bening yang melumuri batangku. Tubuh Santi
kembali melemas dan lunglai. Aku pun mulai mengurangi kecepatan
gerakanku. Kucium keningnya, bibirnya, lehernya, dan kulumat habis kedua
putingnya.
“A’, sekarang gantian dong Santi yang di atas.” dia meminta.
Rupanya dia sudah mulai terangsang lagi oleh cumbuanku.
“Oke, siapa takut?” jawabku sambil nyengir.
Kami pun segera bertukar posisi, kali ini dia berada di atasku. Dia
pun mulai mengambil posisi berjongkok di atas perutku. Secara perlahan
batangku sudah masuk di dalamnya. Santi mulai bergerak naik turun, dan
sesekali menjepit batangku di dalamnya. Gerakan itu membuatku semakin
gila. Sensasi yang dihasilkan sungguh luar biasa.
Gerakannya semakin lama semakin cepat dan membuat dorongan dari dalam
diriku mulai muncul ke permukaan. Santi pun seperti sedang trance,
terkadang dia meremas payudaranya sendiri, bahkan menarik-narik dan
memilin putingnya. Teriakannya kali ini lebih heboh lagi,
“Ahh..ahh..ahh… Aduh enak sekali, A’. Punya Aa’ gede banget, nikmat banget ada di dalem. Owh… Santi pengen keluar lagi….Ufhhh…”
Tubuhnya menegang dan menggelinjang lagi untuk yang ketiga kalinya.
Setelah itu dia pun ambruk di atas dadaku dengan nafas yang
terengah-engah. Hasrat birahiku yang sudah semakin tinggi dan akan
segera meledak seolah memberikan kekuatan yang luar biasa. Segera
kubaringkan Santi, dan kali ini langsung ku goyang dengan sekuat tenaga.
Dia hanya bisa pasrah sambil terus mendesah,
“Ahh..ahh..ahh… Ayo A’ keluarin di dalem aja… Santi udah ga tahan…”
Akhirnya dorongan itu keluar disertai dengan semburan lava putih
kental di dalam vaginanya. Seluruh ototku seperti berkelojotan
melepaskan semua hasrat itu. Cairan putih itu mengalir melewati celah
merah yang merekah itu dan sebagian jatuh ke kasur.
Aku pun segera mengambil tempat disisinya, kupeluk erat dirinya.
Santi pun seolah tidak mau aku tinggalkan, dia memelukku erat-erat. Kami
pun berciuman dengan lembut di bibir. Dan kami mulai terlelap setelah
lelah oleh pertempuran yang menguras tenaga itu.
Menikmati Gadis Seks Bayaran Dengan Panas
4/
5
Oleh
Shanti